VALIDITAS HADIS TENTANG HEWAN JALLALAH (HEWAN PEMAKAN KOTORAN DAN NAJIS) DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

Fitri Yeni M Dalil

Abstract


Artikel ini membahas tentang validitas hadis-hadis yang membicarakan tentang hewan jallalahh dan implikasi hukum terhadap mengkosumsidaging, susu dan menunggangi hewan jallah. Hadis tentang hewan jallah ini jarang sekali ditemukan dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.Pembahasan ini menemikan bahwa hadis tentang hewan jallalah diriwayatkan melalui berbgai jalur sanad yang sebagian besar bersal dari Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari Rasulullah lebih kuat dibandingkan yang berasal dari Ibnu Abbas. Secara keseluruhan hadis yang berasal dari Ibnu Umar memiliki mutaba’at yang cukup banyak sedangkan dari segi syawahidnya hanya diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan satu riwayat berasal dari Abu Hurairah. Implikasi hukumnya bahwa lafaz nahy yang dipakai dalam setiap hadis adalah lafaz naha, lafaz ini merupakan keharaman mutlak dan berkesinambungan. Tetapi setelah dipahami dengan berbagai riwayat lain dan pendapat para ulama keharaman hewan jallalah ini bersifat temporal. Hal ini diindikasikan dengan adanya riwayat yang menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk mengurung binatang tersebut dan memberinya makan yang bersih. Sehingga ulama ada yang mengharamkan sementara dan ada yang memakruhkan bahkan ada yang menyatakan mubah jika bau dan rasanya tidak berubah.

Keywords


validitas hadis, hewan jallalah, implikasi hukum, pemakan kotoran

Full Text:

Download PDF

References


Muhammad bin Muhammad bin Abdul razal al-Husainy, Tajul Arusy min Jawahir al-Qamus, juz 28, h. 227

[[2] Muhammas bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar min al-Ahadits Said al-Akhyar Syarh Muntaqa al-Akhbar, Beirut Daar al-Fikr, Juz 8 h. 128.

Abu Dawud Sulayman ibn al-Asy’ats al-Sijistaniy al-Azadiy, Sunan Abiy Dawud, Indonesia: Maktabat Dahlan, [t.th.] Juz 3 h. 420, no 3013

Hadis dengan matan yang sama yaitu “naha Rasulullah Saw an akil al-jallalah” diriwayatkan juga oleh Imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra no 19952, al-Hakim dalam al-Mustadrak ala Shahihain no 2248

Nurruddin Ali Bin abi Bakr al-Haitsamiy, Majmu’ al-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid, Dar al-Fikr, Beirut: 1992, juz 5, h. 63

Al-Shan’ani, Subulus Salam, no 1830; dan al-Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1612.

Muhammad Nashir al-Din al-Albani, Shahih wa Dhaif Sunan Abu Daud, Dar kutub al-Arabi, Beirut, jilid 3 hal. 413

Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Sunan al-Qubra no 10630, al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak ala shahihain dan Ibnu khuzaimah dalam Shahih Ibnu Khuzaimah no. 2552

Jalaluddin al-Mahalli, Syarh al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, (dicetak pada hamisy Qalyubi wa Umairah) Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. IV, Hal. 261


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2020 Fitri Yeni M Dalil